|
Workshop Indonesia Bersinar yang digelar di Hotel Grand Aston Medan pada, Selasa (23/4/2024) pagi menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) atas maraknya peredaran narkoba. |
MEDAN, MH - Workshop Indonesia Bersinar yang digelar di Hotel Grand Aston Medan pada,
Selasa (23/4/2024) pagi menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum di Provinsi
Sumatera Utara (Sumut) atas maraknya peredaran narkoba.
Sejak 2019 lalu, Sumut menduduki peringkat pertama
penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) telah
mencatat ada lebih dari 1,5 juta orang di Sumut menjadi pengguna narkoba. Namun
hingga 4 tahun setelahnya, kondisi ini tak kunjung mereda, bahkan semakin
merajalela dan menyengsarakan masyarakat di Sumut.
Deputi Pencegahan BNN RI Richard Nainggolan menjelaskan,
workshop ini digelar untuk membahas terkait masalah narkoba yang sangat tinggi
di Provinsi Sumatera Utara.
"Dari Sumut kita tuntaskan masalah narkoba. Permasalahan
narkoba tidak lepas dari hukum pasar yang berkaitan pasokan dan permintaan.
Pebisnis narkoba akan tetap berusaha untuk mempertahankan pasarnya atau
konsumen," ungkap Richard Nainggolan.
Ditambahkan Richard, bahkan Presiden Joko
Widodo telah menyatakan pada 2015 bahwa Indonesia darurat narkoba. Narkoba
merupakan termasuk kejahatan luar biasa, selain korupsi dan terorisme.
"BNN mendorong stakeholder di Sumatera Utara untuk bersama
memerangi narkoba mulai dari pencegahan, pemberantasan hingga
rehabilitasi," pungkas Deputi Pencegahan BNN RI ini.
Dalam workshop tersebut, Sekretaris Ganas Annar MUI Sumut Dr H
Arifinsyah juga memberikan kritik menohok buat aparat penegak hukum baik itu
Polisi, Jaksa hingga petugas Lapas.
"Kayaknya Sumatera Utara ini lumbung nestapa dunia modern.
Kalau dipertanyakan masyarakat Sumut relijius yes, Islam masuk pun baru dari
Barus, ulama-ulama besar di Sumut banyak," ucapnya.
Arifin panggilan akrabnya mengungkapkan bahwa para tokoh agama
di Sumut sudah sering menasehati masyarakat terkait narkoba. Dia juga
menyinggung aparat hukum yang tidak bersahabat.
"Pointer saya sebagai Majelis Ulama, kami ini diminta atau
tidak diminta, sudah memberi nasihat tentang narkoba ke paling bawah, tapi
aparat tidak bersahabat," bebernya.
Arifin melanjutkan bahwa narkoba bukan lagi menjadi bahaya
laten, tapi sudah menjadi ancaman nyata dan begitu terbuka. "Kami tidak
setuju kalau narkoba disebut bahaya laten dan bukan laten lagi, sudah
terbuka," ungkapnya.
Mirisnya
lagi sambung dia, mengapa para bandar narkoba tetap bias mengendalikan barang
haram ini dari balik Lapas yang ada di Sumut.
"Kalau mau jujur, mana mungkin narkoba masuk, pakai
handphone tanpa pintu, di pintu itu aparat bapak, ada apa?," tanya
Arifinsyah.
Dikatakan Arifinsyah, adanya dugaan kalau oknum aparat penegak
hukum menikmati carut marut narkoba di Sumut. Ulama dan tokoh agama sepakat
bahwa narkoba itu haram total. Tapi aparat banyak juga menjadikan itu alat
bisnis.
"Apa yang perlu diperbaiki menurut Majelis Ulama, mental
aparat perlu diperbaiki. Bukan masyarakat bawah lagi main narkoba, pemimpin-pemimpinnya
juga diduga terlibat," tutupnya. (Berbagai Sumber, MH/J24/S24/FS).
0 Komentar