Pulau Samosir, MH-Kento Friesacher, Flute Player
(peniup seruling) dari Vienna, Austria, adalah salah satu musisi yang
kali ini turut terlibat dalam Samosir Music International, yang akan
diselenggarakan akhir pekan ini, Sabtu 25 Agustus 2018, di Open Stage
Tuktuk Siadong, Samosir.
Dihubungi sesaat setelah tiba di Medan pada hari Jumat (17/8/2018), Kento yang saat itu masih kelelahan kemudian ‘janji’ akan mengabari kembali untuk menjawab beberapa pertanyaan BatakToday,
tentang pandangannya untuk musik Batak. Di sela-sela aktivitasnya
selama di Medan, tampil dalam “RR Batak Night & Tobatak” di Grand
Swiss-Belhotel dan setibanya di Tuktuk Siadong, Samosir, Kento akhirnya ‘berkabar’ juga, masing-masing Sabtu dini hari (19/8/2018) dan Senin malam (20/8/2018).
Kento mengawali dengan pandangannya tentang musik Batak, dari sisinya, sebagai peniup seruling.
“Bagi saya sebagai peniup seruling, tentu melihat musik Batak dari
sisi serulingnya. Sejak memainkan suling bambu, yang menjadi guru
terbesar bagi saya adalah bunyi suling itu sendiri,” sebut Kento.
Dan ternyata, bagi seorang Kento , nada-nada seruling atau suling Batak yang terbuat dari bambu, dapat membuatnya tenggelam dalam kedamaian dan ketenangan.
“Mendengarkan nada hangat yang mendalam membuat saya merasa senang.
Terkadang juga nada-nada itu membawa saya ke dalam kedamaian dan
ketenangan batin. Sering sampai benar-benar terpukau oleh kemurnian nada
yang keluar dari suling bambu itu,” terangnya.
Menjadi pengalaman baru baginya, sekaligus membuatnya tertantang
untuk masuk lebih jauh, bukan hanya untuk musik, tetapi ketertarikan
lebih lanjut tentang budaya Batak.
“Mempelajari suling tradisional Batak, merupakan tantangan yang
sangat saya nikmati. Suara unik yang khas dan baru, membuka pintu
pengalaman yang benar-benar baru bagi saya. Baik melodinya yang ceria,
maupun cara memainkan nada dengan emosi seperti itu, membuat saya lebih
tertarik pada instrumen dan musik, serta budaya Batak,” demikian Kento menyebut ketertarikannya.
Jauh sebelumnya, Kento telah
lebih dulu menggeluti musik yang berhubungan dengan aktivitas spiritual
India, musik untuk yoga. Namun sekali lagi dia menemukan hal yang tak
jauh berbeda dalam kaitannya dengan musik Batak.
“Apa yang juga kemudian saya temukan dalam musik Batak, sangat
menarik. Ternyata tidak hanya untuk hiburan, tetapi musik Batak mengakar
kuat dalam budaya masa lalu. Ada aspek spiritual yang luar biasa dalam
musik Batak, saya sangat menikmatinya,” terangnya, mengekspresikan
kenikmatan yang diperolehnya dari musik Batak.
Dari amatannya, saat ini budaya Batak dan Pop telah bersatu, dan Kento mengapresiasi
Hermann Delago, yang menurutnya berperan besar dalam perkembangan
selanjutnya, terutama jika dihubungkan dengan Samosir Music
International.
“Apa yang benar-benar saya sukai darinya (dari Hermann Delago,-red.)
adalah aktivitas internasional dalam karyanya, antara budaya Austria dan
budaya Batak. Saya benar-benar sangat surprised ketika sebagai
orang dari Barat diminta untuk berkolaborasi dengan menggunakan suling
Batak tradisional. Tentu ini adalah cara kita untuk membangun jembatan
antar budaya,” pujinya menyebut peran Hermann Delago.
Kento Friesacher, pria keturunan Jepang-Austria ini, biasanya meniup suling India, atau suling klasik. Namun untuk perhelatan kali ini, Kento akan memainkan suling Batak. Untuk persiapan tampil dengan suling Batak, sebelumnya Kento telah mendapatkan satu set suling yang diberikan Henry Manik, Project Manager Samosir Music International 2018.
Belajar memainkan suling dengan ‘gaya’ Batak dalam beberapa bulan terakhir, Kento berharap
pengunjung yang didominasi ‘orang lokal’ dapat menikmati penampilannya
dalam Samosir Music International 2018, di Open Stage Tuktuk Siadong.
“Saya berharap dapat menyenangkan hati para pengunjung, terutama
orang-orang Batak, seperti saya juga yang begitu menikmati saat belajar
musik dan budaya Batak,” harapnya untuk penampilannya nanti.
Menurutnya, saat ini orang Batak menyukai musik Pop Barat, termasuk
Amerika. Namun dia berharap orang Batak hidup sesuai dengan warisan
budayanya. Musik Batak harus tetap lestari bahkan dikembangkan, baik fusion maupun tradisional, sebab menurutnya musik Batak adalah warisan musik besar yang akan terus hidup.
“Sekarang saya juga menjadi bagian dari musik Batak, sebagai pemain seruling, parsulim
seperti orang Batak menyebutnya. Dan saya merasa sangat terhormat untuk
bermain sebagai orang asing bagi orang-orang Batak. Saya sangat
berterima kasih kepada manajemen Indonesia, mereka melakukan pekerjaan
yang hebat. Khususnya Henry Manik, ia bekerja dengan standar
internasional,” pujinya lebih lanjut lagi.
Kebanggaan Kento memainkan
musik Batak semakin ditunjukkannya dengan mengingatkan bahwa ia masih
akan tampil di Jakarta, setelah Samosir Music International di Tuktuk.
“Saya lebih bersemangat lagi, setelah konser di Tuktuk, menanti di
depan untuk konser dan kolaborasi yang hebat dengan artis Indonesia
seperti Vicky Sianipar. Kita akan bermain bersama di Jakarta, setelah
Samosir Open Air,” sebutnya seperti tak ingin mengakhiri ‘berita baik’
darinya, tentang musik Batak.
Di akhir pesannya, Kento Friesacher mengucapkan terimakasihnya dan salam ‘di awal’ untuk semua pengunjung Samosir Music International 2018, “Mauliate, Horas…!” .(*)
Sumber: BatakToday
0 Komentar