Dr RE Nainggolan, MM tokoh masyarakat Provinsi Sumatera Utara. |
“Konstitusi kita jelas. Menteri itu pembantu presiden. Pengangkatan dan pemberhentiannya merupakan hak prerogatif presiden. Seharusnya, masing - masing pihak, apalagi mereka yang berada di pentas politik nasional, tahu garis masing - masing.
“Jangan sampai semua serba gaduh tak menentu, tidak memberi pendidikan politik yang baik kepada masyarakat,” ujar tokoh masyarakat Provinsi Sumatera Utara, Dr RE Nainggolan, MM kepada wartawan di Medan, Senin (11/4/2022).
Di sisi lain, RE yang pernah menjadi Bupati Tapanuli Utara itu menganggap pernyataan Masinton Pasaribu bisa melukai hati warga Sumut yang sudah nyata melihat peran vital LBP dalam membangun daerah ini, baik dalam kapasitasnya sebagai menteri maupun sebagai pribadi.
“Siapa pun yang bisa melihat dengan jernih dan fair, tidak bisa memungkiri peran besar Pak Luhut. Sumut ibarat batang yang bangkit setelah lama terendam. Danau Toba kembali berkilau, infrastruktur dibangun dan dikebut di mana - mana.
“Konektivitas di Sumut sekarang menjadi salah satu yang terbaik di luar Jawa. Kan, jadi bisa muncul nanti pertanyaan di hati masyarakat, yang mendesak mundur itu sudah bikin apa untuk Sumut?” tutur mantan Sekda Provinsi Sumatera Utara ini.
Tidak hanya di Sumut, demikian RE, hasil kerja keras LBP sebagai Pembantu Presiden Jokowi, juga terasa di berbagai bidang di tengah - tengah Bangsa dan Negara ini. Khususnya dalam mendorong masuknya investasi untuk menggerakkan perekonomian yang melesu setelah dihantam Pandemi Covid- 19.
“Saya kira terlepas dari subjektivitas pribadi masing - masing, itu harus kita akuilah bagaimana beliau bisa menembus sumber - sumber investasi raksasa di seluruh dunia,” katanya.
Lebih lanjut RE kemudian menjelaskan, wacana soal penundaan pemilu atau penambahan periode itu sudah jelas dibantah sejak awal oleh Presiden Jokowi sendiri.
“Itu kegaduhan yang sama sekali tidak perlu. Jangan makin diperkeruh dengan penyataan bernada tuduhan congkak dan semena - mena. Dan kita baca pernyataan Jubir Menko Marves RI Jodi Mahardi, setelah Presiden mengingatkan para Menteri, Pak LBP tegak lurus patuh pada perintah itu,” ujarnya mengingatkan.
Tokoh yang masih aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan sosial itu juga mengaku agak ironis melihat Masinton Pasaribu yang paling maju mengecam Luhut Binsar Pandjaitan.
“Mereka yang berasal dari daerah lain saja bisa tenang dan dewasa. Mengapa harus kita sama kita yang seperti saling adu. Ini kan makin membenarkan stereotip bahwa ‘halak hita’ ini paling susah bersatu dan tidak saling dukung, bahkan ironisnya yang terjadi saat ini justru lebih dahulu ingin menjatuhkan dan merusak,” kata RE dengan nada kesal.
RE juga mengingatkan, meskipun tidak semua orang di Sumut khususnya dan masyarakat pada umumnya merespons pernyataan Masinton Pasaribu, tetapi mereka semua pasti mencatat.
“Saya kira tak perlulah kita ajari lagi bahwa dalam politik itu yang paling perih itu adalah hukuman yang diberikan rakyat di kotak suara.
“Semestinya kita kedepankan kesantunan, kerendahan hati, sikap dan dukungan bagi kemajuan daerah yang kita cintai. Sudah tak zamannya lagi terlalu maju teriak - teriak hantam sana - sini. Jadi tak simpati nanti masyarakat kepada kita,” ujarnya.
RE kemudian mengutip pepatah Batak, Pantun hangoluan, tois hamagoan. “Sopan santun, khususnya kepada yang lebih tua dan dituakan itu perlu. Itu karakter luhur kita sebagai bangsa.
“Semua ungkapan dan tindakan mereka yang berada di pentas politik nasional ditonton dan dicatat semua lapisan masyarakat, menjadi pelajaran bagi generasi yang lebih muda, ungkapnya.
“Hendaknya semua pihak memberi contoh dan pendidikan politik yang baik, agar kita semua dewasa dalam bernegara di masa - masa yang akan datang,” ungkapan para politisi handal “santun dalam berbicara namun tegas dalam keputusan” pungkasnya. (Berbagai Sumber, MH - Fendi Sinabutar).
0 Komentar