Foto-Foto Anita Martha Hutagalung-FB. |
MH-Anita Martha Hutagalung, seorang penggiat sosial media, menghadiri sidang pembacaan keputusan persidangan Meliana.
Begini penuturan Anita Martha Hutagalung yang dikutip dari laman sosial media miliknya.
Suasananya agak-agak seram gimana gitu. Dihalaman PN Medan barisan polisi siap siaga. Pengunjung sidang dipenuhi oleh orang orang yang sepertinya benci banget melihat Meliana. Mata mereka melirik tak sedap kearahku. Apalagi melihat kain yang nempel dikepalaku.
Bulang sulappeiku. Tapi aku cuek aja, Bahkan memilih duduk bersama mereka . Bukan apa apa, habis mau duduk dimana lagi ?
Tak ada bangku kosong. Saat sidang terdengar sebagian pengunjung menyoraki terdakwa dan pembelanya.
Tak ada bangku kosong. Saat sidang terdengar sebagian pengunjung menyoraki terdakwa dan pembelanya.
Beberapa kali hakim menegur mereka untuk tenang. Dan mempersilahkan keluar ruangan sidang jika masih ribut. Tibalah pada keputusan.
Meliana di vonnis bersalah dan dijatuhi hukuman 1,6 tahun penjara,
Sesuai dengan tuntutan jaksa. Seketika jantungku serasa terhenti sesaat.
Aku pandangi pembela dan para pendamping Meliana, semua menahan tangis. Sedih, marah dan kecewa yang berusaha ditahan. Berbeda dengan pengunjung yang berteriak-teriak bahwa hukuman itu terlalu ringan.
Ntah apa sajalah yang mereka teriakkan. Hukum yang sangat sangat tidak adil. Hakim seenaknya saja menjatuhkan vonnis, tanpa bisa membuktikan tuntutan jaksa.
Hakim menjatuhkan hukuman tanpa memperdulikan bahwa TAK ADA SEORANG SAKSI PUN yang bisa dihadirkan oleh jaksa penuntut, yang bisa membuktikan bahwa Meliana melarang azan, dan menyampaikan ujaran kebencian.
Meliana dan penasehat hukum tanpa ragu menolak keputusan hakim, dan mengajukan banding. Harapan kami di pengadilan tinggi nanti Meliana akan dibebaskan.
Aku percaya masih banyak hakim yang adil dinegara ini. Setelah sidang selesai, penasehat hukum Ranto Sibarani dan rekan, bersama para pendamping Deva Alvina Br Sebayang dan Ferry Wira dari Aliansi Sumut Bersatu.
Berembuk membicarakan langkah selanjutnya yang akan ditempuh.
Dan apa apa saja yang dubutuhkan untuk kelengkapan proses banding. Baru nyadar, semua pada belum makan siang.
Karena makan siangnya tertunda akibat panggilan sidang.Saat menuju tempat makan di sekitar pengadilan. Kami masih berpapasan dengan para pengunjung sidang tadi. Dan kembali mereka berteriak teriak mengarah ke pembela Meliana :
Botak...! Woi... Botaaak..!!
Dan teriakan yg tak mengenakkan telinga. Kami berjalan tenang, berusaha untuk tak terpancing. Aku bilang pada teman-teman
" Sudah.. selow aja, Ranto kan emang kepalanya botak, fakta itu, ngapain tersinggung ".
" Sudah.. selow aja, Ranto kan emang kepalanya botak, fakta itu, ngapain tersinggung ".
Lalu kami senyam senyum sambil berlalu meninggalkan yang teriak teriak itu.Terimakasih dan bangga pada kalian, yang mau memberikan waktu dan pikiran buat membela Meliana.
Tanpa pamrih. Semoga kalian sehat dan penuh berkat. Pekerjaan masih panjang. Jangan sampai Meliana, perempuan malang yang tidak bersalah jadi korban.
Ada apa dengan Meliana? Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya ibu rumah tangga biasa, yang sekarang harus berpisah dengan suami dan anak-anaknya.
Menanggung hukuman atas kesalahan yang TIDAK dilakukannya.
Tega sekali orang yang memenjarakan Meliana. Tindak pidana yang tak pernah bisa dibuktikan. Postingan ini boleh di share, tanpa izin. Yang belum tau cerita Meliana bisa klik di sini.(*)
Anita Martha Hutagalung dan Ferry Wira. |
Bersama pengacara dan pendamping Meliana. |
Tentang Aturan Pengeras Suara di Masjid
Mengutip dari News.detik.com, peristiwa Tanjungbalai, Sumatera Utara, berawal dari urusan pengeras suara di masjid yang berkembang lewat media sosial menjadi provokasi berbau SARA. Perbincangan soal speaker masjid sudah berlangsung lama. Begini aturan sebenarnya.
Perdebatan soal perlu tidaknya masjid mengeluarkan suara kencang saat azan sampai pengajian, berlangsung sejak lama. Ada masjid di lingkungan padat yang sudah tak menggunakan pengeras, namun di sebagian besar wilayah, pengeras suara tetap digunakan. Semua memiliki pendapat dan pemahaman masing-masing.
Pada bulan Juni 2012 lalu, Boediono saat masih menjadi wakil presiden pernah meminta Dewan Masjid Indonesia membahas pengaturan pengeras suara di masjid. Lalu, Jusuf Kalla selaku ketua Dewan Masjid Indonesia meresponsnya dengan mengatakan bahwa suara azan dan pengajian itu berbeda.
"Azan itu memang harus keras dan harus diperhatikan juga bahwa pengajian itu jangan pakai kaset, dan jangan terlalu keras," ujar JK.
Azan dan pengajian memang berbeda. Namun kadang keduanya menggunakan pengeras suara. JK berpendapat, soal azan tidak bisa diganggu, namun waktunya perlu diatur, cukup 10 menit sebelum waktu salat. Sementara untuk pengajian, JK meminta agar suaranya jangan diambil dari kaset, tapi memang orang yang mengaji langsung.
"Kalau pengajian langsung mengaji, jangan pakai tape recorder, nanti yang dapat pahalanya orang Jepang, orang Korea, China," imbuhnya.
Dewan Masjid Indonesia pun sudah bergerak melakukan penataan loudspeaker di masjid. Tujuannya, agar kualitas suara dan jangkauannya lebih tertata. Ada 700 teknisi dan 100 unit mobil teknis yang disiapkan untuk melakukan penataan, bukan melarang.
Terkait aturan khusus soal pengeras suara di masjid, sebenarnya sudah diatur oleh Kementerian Agama dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978. Di sana diatur mengenai apa saja yang bisa dilakukan lewat pengeras suara, termasuk saat waktu salat. Salah satunya ketika salat subuh:
a. Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini digunakan untuk membangunkan kaum muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri, dan lain-lain
b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al-Qur'an dapat menggunakan pengeras suara keluar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang sedang beribadah di masjid
c. Azan waktu subuh menggunakan pengeras suara keluar
d. Shalat subuh, kuliah subuh, dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jama'ah) dan hanya ditujukan ke dalam saja
Namun, dalam aturan tersebut juga diatur mengenai kualitas muazin sampai speaker yang digunakan. Bahkan kata-kata yang diucapkan dalam pengeras suara pun sudah ditetapkan. Seperti aturan berikut:
Untuk mencapai pengaruh kepada masyarakat dan dicintai pendengar, kiranya diperhatikan agar hal-hal berikut dihindari untuk tidak dilaksanakan:
1. Mengetuk-ngetuk pengeras suara. Secara teknis hal ini akan mempercepat kerusakan pada peralatan di dalam yang teramat peka dan gesekan yang keras.
2. Kata-kata seperti: percobaan-percobaan, satu-dua dan seterusnya.
3. Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.
4. Membiarkan suara kaset sampai lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Quran, ceramah) yang sudah tidak betul suaranya.
5. Membiarakan digunakan oleh anak-anak untuk bercerita macam-macam.
6. Menggunakan pengeras suara untuk memanggil-manggil nama seseorang atau mengajak bangun (di luar panggilan azan).
Suara yang tampil di pengeras pun sebaiknya memperhatikan hal berikut:
1. Memiliki suara yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.
2. Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah.
3. Dalam hal menggunakan kaset hendaknya diperhatikan dan dicoba sebelumnya. Baik mutu atau lamanya untuk tidak dihentikan mendadak sebelum waktunya.
4. Azan pada waktunya hendaknya tidak menggunakan kaset kecuali terpaksa.
Aturan Pengeras Suara Masjid di Arab Saudi
Arab News pada tahun 2015 lalu pernah mengabarkan, Kementerian Urusan Islam Saudi mengeluarkan aturan untuk menghentikan penggunaan speaker ke luar dan menggunakannya hanya untuk internal saja, kecuali untuk azan, salat Jumat, salat Idul Adha atau Idul Fitri dan salat minta hujan atau Istisqa. Artinya, kegiatan lain selain aktivitas di atas tak bisa menggunakan speaker ke luar.
Hal ini dilakukan karena suara yang timbul dari kegiatan masjid yang menggunakan speaker tumpang tindih dengan masjid lainnya. Para imam dan ulama di Saudi langsung diberikan sosialiasi terkait aturan tersebut.
Terkait azan, Kementerian juga menekankan pentingnya kesamaan waktu agar tidak menimbulkan distorsi antar-masjid.(*/Lee)
Pada bulan Juni 2012 lalu, Boediono saat masih menjadi wakil presiden pernah meminta Dewan Masjid Indonesia membahas pengaturan pengeras suara di masjid. Lalu, Jusuf Kalla selaku ketua Dewan Masjid Indonesia meresponsnya dengan mengatakan bahwa suara azan dan pengajian itu berbeda.
"Azan itu memang harus keras dan harus diperhatikan juga bahwa pengajian itu jangan pakai kaset, dan jangan terlalu keras," ujar JK.
Azan dan pengajian memang berbeda. Namun kadang keduanya menggunakan pengeras suara. JK berpendapat, soal azan tidak bisa diganggu, namun waktunya perlu diatur, cukup 10 menit sebelum waktu salat. Sementara untuk pengajian, JK meminta agar suaranya jangan diambil dari kaset, tapi memang orang yang mengaji langsung.
"Kalau pengajian langsung mengaji, jangan pakai tape recorder, nanti yang dapat pahalanya orang Jepang, orang Korea, China," imbuhnya.
Dewan Masjid Indonesia pun sudah bergerak melakukan penataan loudspeaker di masjid. Tujuannya, agar kualitas suara dan jangkauannya lebih tertata. Ada 700 teknisi dan 100 unit mobil teknis yang disiapkan untuk melakukan penataan, bukan melarang.
Terkait aturan khusus soal pengeras suara di masjid, sebenarnya sudah diatur oleh Kementerian Agama dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimas 101/1978. Di sana diatur mengenai apa saja yang bisa dilakukan lewat pengeras suara, termasuk saat waktu salat. Salah satunya ketika salat subuh:
a. Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini digunakan untuk membangunkan kaum muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri, dan lain-lain
b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al-Qur'an dapat menggunakan pengeras suara keluar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang sedang beribadah di masjid
c. Azan waktu subuh menggunakan pengeras suara keluar
d. Shalat subuh, kuliah subuh, dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jama'ah) dan hanya ditujukan ke dalam saja
Namun, dalam aturan tersebut juga diatur mengenai kualitas muazin sampai speaker yang digunakan. Bahkan kata-kata yang diucapkan dalam pengeras suara pun sudah ditetapkan. Seperti aturan berikut:
Untuk mencapai pengaruh kepada masyarakat dan dicintai pendengar, kiranya diperhatikan agar hal-hal berikut dihindari untuk tidak dilaksanakan:
1. Mengetuk-ngetuk pengeras suara. Secara teknis hal ini akan mempercepat kerusakan pada peralatan di dalam yang teramat peka dan gesekan yang keras.
2. Kata-kata seperti: percobaan-percobaan, satu-dua dan seterusnya.
3. Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara.
4. Membiarkan suara kaset sampai lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Quran, ceramah) yang sudah tidak betul suaranya.
5. Membiarakan digunakan oleh anak-anak untuk bercerita macam-macam.
6. Menggunakan pengeras suara untuk memanggil-manggil nama seseorang atau mengajak bangun (di luar panggilan azan).
Suara yang tampil di pengeras pun sebaiknya memperhatikan hal berikut:
1. Memiliki suara yang pas, tidak sumbang atau terlalu kecil.
2. Merdu dan fasih dalam bacaan/naskah.
3. Dalam hal menggunakan kaset hendaknya diperhatikan dan dicoba sebelumnya. Baik mutu atau lamanya untuk tidak dihentikan mendadak sebelum waktunya.
4. Azan pada waktunya hendaknya tidak menggunakan kaset kecuali terpaksa.
Aturan Pengeras Suara Masjid di Arab Saudi
Arab News pada tahun 2015 lalu pernah mengabarkan, Kementerian Urusan Islam Saudi mengeluarkan aturan untuk menghentikan penggunaan speaker ke luar dan menggunakannya hanya untuk internal saja, kecuali untuk azan, salat Jumat, salat Idul Adha atau Idul Fitri dan salat minta hujan atau Istisqa. Artinya, kegiatan lain selain aktivitas di atas tak bisa menggunakan speaker ke luar.
Hal ini dilakukan karena suara yang timbul dari kegiatan masjid yang menggunakan speaker tumpang tindih dengan masjid lainnya. Para imam dan ulama di Saudi langsung diberikan sosialiasi terkait aturan tersebut.
Terkait azan, Kementerian juga menekankan pentingnya kesamaan waktu agar tidak menimbulkan distorsi antar-masjid.(*/Lee)
0 Komentar