Berita Terkini

10/recent/ticker-posts

Jangan Pilih Caleg “Boneka” Partai Politik

Pemilu Rabu 17 April 2019
Caleg Etnis Batak Untuk DPRD Provinsi Jambi Pemilu Rabu 17 April 2019.
Oleh: Asenk Lee Saragih

Jambi-Pemilihan Umum Legislatif dan Pilpres Rabu 17 April 2019 tinggal 21 hari lagi. Strategi para calon legislatif (caleg) kini mulai dilancarkan untuk meraup suara terbanyak. Caleg banyak melakukan cara-cara kotor dalam bersosialisasi. Mulai dari politik uang, hingga jual beli suara nantinya. Bahkan ada caleg yang hanya dijadikan “boneka” partai politik tertentu.

Persaingan caleg begitu ketat pada Pileg 17 April 2019 mendatang. Para caleg dari satu partai bakal saling jegal agar tidak meraih suara terbanyak. Banyak caleg hanya bergerak sendiri-sendiri tanpa dukungan dari partai politik pengusung.

Ada juga caleg harus mengeluarkan biaya lebih dalam mensosialisasikan diri dengan memberikan tanda mata kepada calon pemilih. Situasi ini sudah kasat mata jelang pesta demokrasi mendatang. Masyarakat kerap disuguhi iming-iming janji oleh caleg untuk merebut simpatik.

Jika hal itu terus berlanjut, maka demokrasi ditengah masyarakat sudah terkontaminasi dengan materialistis. “Slogan Wani Piro” kini sudah merebak kemana-mana. Masyarakat sudah apatis terhadap caleg yang sejatinya notabene memperjuangkan rakyat daerah pemilihnya.

Bahkan jual beli suara bakal tak terelakkan demi ambisi caleg duduk di kursi dewan. Pemilu caleg Rabu 17 April 2019 mendatang sangat rentan terhadap praktik jual beli suara. Jual beli suara nantinya akan bisa bergesekan antara caleg dengan petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Jika hal ini tak diwaspadai, bisa saja Pemilu 2019 terjadi caos antar caleg dengan PPS atau caleg dengan caleg. Pihak penyelenggara Pemilu 2019 diminta agar mematangkan petugas penyelenggara Pemilu untuk tetap independen.

Caleg Boneka

Ada juga caleg yang hanya berperan sebagai “boneka”. Memang ada? Ada, ini faktanya. Dari penelusuran Jambipos, caleg boneka itu benar adanya. 

Di setiap acara komunitas Halal Bihalal Marga Batak di Jambi, ada caleg yang melakukan sosialisasi atau kampanye terselubung. Seperti di pesta awal tahun sejumlah marga-marga di Kota Jambi baru-baru ini.

Caleg ini, saat sosialisasi, justru pihak lain yang gencar dan bersemangat untuk mensosialisasikan. Sehingga Caleg ini hanya menjual wajah, namun bukan visi dan misi untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dari dapilnya nantinya.

Di setiap sosialisasi, andil orang tua selalu paling dominan.  Bahkan orang tua lebih semangat dalam mensosialisasikan anaknya kepada mata pilih. Hal ini dilakukan setiap menghadiri pesta awal tahun marga-marga di Kota Jambi.

Pecah Suara

Strategi partai politik untuk memecah suara pemilih begitu kentara. Sejumlah caleg dari berbagai etnis ditampung untuk memecah suara komunitas. Ada parpol sengaja dicalonkan walaupun tanpa modal hanya untuk mendapatkan suara dari komunitas tertentu.

Sejumlah caleg tampak cenderung berjuang sendiri tanpa dukungan partai. Bahkan caleg ini jorjoran bersosialisasi kepada komunitas pesta marga-marga, sekalipun itu tak diundang.

Strategi parpol untuk memecah suara komunitas etnis dengan memasukkan caleg dari etnis tertentu adalah salah satu modus jual beli suara. Betapa tidak, caleg boneka tersebut tidak berambisi untuk duduk di dewan, namun hanya membantu caleg di atasnya yang sudah ada deal-deal tertentu.

Gencarnya para caleg bersosialisasi ke basis-basis suara, membuktikan persaingan para caleg kini semakin sengit.

Jual Beli Suara

Pemilu caleg yang akan datang jual beli suara caleg tidak akan terelakkan. Sebab banyak caleg dari partai tertentu yang ambisi harus duduk di legislatif. Sehingga caleg yang ambisi itu akan mengupayakan perolehan suara terbanyak untuk dirinya untuk mencukupi kuota caleg agar bisa duduk. Hal ini akan memanfaatkan perolehan suara caleg lain dari partai yang sama.

Transaksi jual beli suara ini bakal dilakukan oleh para caleg yang ambisi untuk duduk di legislatif tersebut. Jual beli suara ini akan rawan terjadi di PPS hingga KPPS.  

Para PPS dan PPK untuk bersikap netral saat pelaksanaan Pemilu 17 April 2019  mendatang. Para saksi parpol agar turut serta mencegah praktik jual beli suara caleg ini. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi agar memaksimalkan pengawasan terhadap praktik jual beli suara antar calon anggota legislatif (caleg) maupun caleg dengan penyelenggara di tinggat PPS dan PPK.

Potensi jual beli suara di Pemilu 2019 akan lebih besar daripada Pemilu 2014 lalu karena persaingannya antar caleg bukan parpol. Berbagai model transaksional antar caleg maupun penyelenggara beragam seperti transaksi uang yang nilainya hingga ratusan juta.

Caleg yang tidak  memenangi kursi akan melakukan jual beli suara yang tentunya akan melibatkan penyelenggara, sehingga potensi untuk melakukan kerjasama dengan penyelenggara sangat besar.

Karena investasi kepada penyelenggara akan lebih menguntungkan. Selain jual beli suara di antara caleg, Panwas juga diminta mengawasi adanya sekelompok masyarakat yang akan menawarkan suara kepada para caleg dengan bukti kartu pemilih.

Budaya Pragmatis

Banyak caleg hanya seperti boneka yang hanya dikendalikan parpol. Caleg tersebut tidak memiliki kemampuan finansial, kemampuan sosial, namun lolos menjadui caleg hanya untuk meraup suara parpol.

Diperkirakan jumlah caleg boneka pada 17 April 2019 ini bakal meningkat tajam. Hal ini akibat parpol kurang selektif dalam merekrut caleg yang kredibel, cerdas dan memiliki visi dan misi yang jelas dan masuk akal.

Namun kini budaya pargmatis pemilih masih menentukan pilihannya dengan mengharap imbalan dari caleg atau “wani piro”. Bahkan para caleg ini sudah dijadikan pangsa pasar tarif harga caleg. Praktik pembelian suara dari para pemilih merupakan salah satu tantangan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia, khususnya di Jambi.

Praktik semacam ini harus dicegah oleh dengan pengawasan dari saksi caleg dan parpol. Kemudian pengawasan dari media dan masyarakat sangat diharapkan. Pencegahannya merupakan tantangan semua pihak demi terwujudnya Pemilu yang jujur dan adil. Potensi jual beli suara di Pileg mendatang masih sangat tinggi.
Potensi jual beli suara di Pileg dapat diperkecil bila mana sistem pengawasannya diperketat dengan melibatkan seluruh komponen terkait. Meski demikian, praktik itu sulit dihindari karena keterbatasan pihak penyelenggara.

Kita juga berharap kepada pemilih agar memilih caleg sesuai dengan jejak rekam yang baik dan komitmennya untuk memperjuangkan rakyat khususnya di daerah pemilihannya. Semoga. (Penulis Redpel MH)
 

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar