Mayor Jenderal (Mayjen) Maruli Simanjuntak, Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres), di lapangan Mako Paspampres, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018) lalu. |
Ia mengatakan Satgas
Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan bertugas sejak Komisi
Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 22
Mei hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019.
Setelah dilantik, Presiden
dan Wakil Presiden langsung dijaga oleh tim organik Paspampres.
"Ini sebenarnya
kegiatan-kegiatan dilaksanakan setiap ada pilpres ya." "Jadi kita membentuk satgas. Karena Satgas itu dibentuk untuk
kegiatan-kegiatan yang tidak rutin. Tidak kontiniu. Setiap tahun. Sehingga kita
buat satgas," ujar Maruli usai meinjau gelar pasukan.
"Kami membentuk suatu
Satgas untuk penjagaan. Sehingga tidak mengganggu organisasi yang sudah
melaksanakan rutin untuk pengamanan presiden dan wakil presiden. Sehingga kami
membentuk Satgas ini," lanjut dia.
Ia mengatakan personel
yang dilibatkan dalam Satgas ini berjumlah 300 orang.Mereka terbagi menjadi dua detasemen sesuai dengan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
Maruli memastikan kualitas
pasukan dalam Satgas sama dengan Grup A dan Grup B Paspampres yang
masing-masing bertugas mengawal Presiden dan Wakil Presiden yang sudah
dilantik.
Demikian pula dengan peralatan dan perlengkapan, Paspampres tidak membedakannya antara Satgas dan tim organik.
Terkait dengan potensi
pengerahan massa besar-besaran pada 22 Mei, Maruli mengatakan Paspampres tentu
sudah mengantisipasi hal tersebut.
"Kami pengamanan
Presiden sudah 100 persen. Jadi apapun kira-kira ancaman itu kami susun sudah
jumlah yang bisa melindungi Presiden dan Wakil Presiden," ujar dia.
Ia menambahkan, seiring berkembangnya teknologi, maka ancaman
terhadap Presiden dan Wakil Presiden juga meningkat.
Karena itu Paspampres
terus memperbaharui peralatan dan perlengkapan serta kualitas pasukan.
"Ya sebetulnya ancaman-ancaman keselamatan kan dengan
teknologi, orang sudah mulai melakukan. Mungkin kalau kita lihat misalnya bom
bunuh diri kan terjadi dari tahun ke berapa. Sudah menggunakan alat-alat
teknologi seperti pemicu handphone atau segala macam itu," ujar Maruli.
"Itu ancaman-ancaman
seperti itu terus meningkat. Seperti misalnya kan kita harus punya anti-drone.
Dulu enggak perlu. Enggak ada anti-drone. Sekarang kita perlu. Untuk membatasi
pemicu. Bagaimana pakai jammer. Seperti itu terus kami punya," lanjut
dia.
Sebelumnya, pihak keamanan
yakni Badan Intelijen Negara (BIN) sudah mencium ada
aksi ajakan untuk mengepung KPU.
"Kami pengamanan
presiden sudah 100 persen. Jadi apapun kira-kira ancaman itu, kami susun sudah
jumlah yang bisa melindungi presiden dan wakil presiden," ujarnya.
Terlebih lagi dari penangkapan terduga teroris beberapa waktu
lalu, didapatkan informasi akan ada serangan pada 22 Mei 2019 di KPU.
Demi menjamin keamanan, Mabes Polri mengerahkan 32 ribu personel gabungan TNI-Polri untuk mengamankan KPU, Bawaslu dan sejumlah obyek vital nasional.
Tidak hanya itu, skema pengamanan juga dibangi menjadi 4 ring
demi mengantisipasi adanya serangan dari teroris. (TRIBUN-MEDAN.COM ).
0 Komentar