Berita Terkini

10/recent/ticker-posts

Ketika JR Saragih “Memutus Tali Aki” 1.695 Guru Non Sarjana di Simalungun

"Ini ruang sekolah anak ku di Simalungun," Dearmando Damanik.
Simalungun, MH-Kebijakan Bupati Simalungun JR Saragih yang memberhentikan 1.695 orang guru non sarjana se Kabupaten Simalungun, kini menjadi polemik ditengah-tengah dunia pendidikan Kabupaten Simalungun.

Bahkan di media sosial, persoalan inipun hangat dibicarakan. Seperti pada postingan Silverius Bangun pada 25 Juli 2019 Pukul 16.45 (FB) dengan kalimat “Guru itu wajib S1. Itu amanah undang undang. Semua orang tua akan lebih senang jika anaknya dididik oleh guru dgn kualifikasi S1. Iya kan, masak kalian bilang ngga. Catatan mr kukek kukek”.

Postingan Silverius Bangun inipun mendapat tanggapan dari warganet Simalungun. Misalnya dari Rikanson Jutamardi Purba. 

“Kita malah nggak butuh DR Anu, SH MM yang tidak bisa memahami UU tentang Guru dan Dosen. Tidak paham pula menangkap esensi atau jiwa UU tersebut. Memang minimal S1, tapi bukan S1 karbitan atau beli di ruko-ruko. Malah tidak bisa memahami SE Mendiknas tentang pengecualian umur min 50 tahun di 2013 dan pengalaman mengajar minimal 20 tahun. Eh..., malah secara serampangan mengaitkan persoalan guru yang 1.695 orang itu dengan DISCLAIMER. Sembrono...! Jadi, SCR SUBSTANSIAL, buat apa gelar-gelar itu, apalagi malah yang terindikasi palsu? Hu... 6x,” tulis Rikanson Jutamardi Purba.

Pa Reyhan Sinaga juga memberikan komentar. “Yang jadi bahan pertanyaan sekarang adalah. Kenapa di saat detik-detik terakhir masa jabatan beliau sebagai bupati UU itu diadakan? Sementara beliau itu menjabat sebagai Bupati di Simalungun sejak tahun 2010 sampai saat ini. Jika uu itu harus diadakan di Simalungun..kenapa tidak sejak dari awalnya beliau menjabat sebagai bupati langsung diadakan UU itu..?? Mohon petunjuk tuan Silverius Bangun. Saya gagal paham tentang hal ini,” tulis Pa Reyhan Sinaga.

Kemudian Rikanson Jutamardi Purba juga menyambut peryataan Pa Reyhan Sinaga dengan kalimat “UU tentang Guru dan Dosen itu sudah  ADA sejak 2005”. 

Pardi Purba juga memberikan komentar soal hal diatas. “Yang dipertanyakan masyarakat selama ini darimana Pemkab, Pak JR sudah periode ke 2 tahun ke 3 undang-undang itu baru keluar. Terus apakah Pemkab, memiliki kewenangan memecat Guru PNS karena tidak S1, atau memberhentikan tunjangan fungsional Guru termasuk sertifikasi, sementara guru tetap mengajar di Sekolah?”.

Silverius Bangun kembali memberikan jawaban. “Dijuknis sertifikasi memang harusnya yang bisa mendapat sertifikasi adalah S1”.

“Silverius Bangun, berarti selama ini guru non S1 tidak dapat sertifikasi atau tunjangan fungsional guru. Kalau usia guru non 1 tersebut sudah diatas 56tahun apa manfaatnya kuliah S1 malah bisa-bisa pensiun belum tamat, dan kenyataan banyak guru-guru di Simalungun sudah S1 beberapa tahun yang lalu. Tapi ijajahnya tidak dilaporkan agar dilampirkan dalam berkas kepegawean karena golongannya sudah diatas golongan S1. Apakah yang begini kena sanksi juga dengan pemberhentian sebagai guru?,” tulis Pardi Purba.

“Ada pengecualian untuk umur bang Pardi Purba. Sebenarnya kalo sudah tamat harus dilaporkan karena awalnya kuliah juga mengajukan ijin. Jika tidak dilaporkan, yang bersangkutan tidak dapat menggunakan gelarnya dalam administrasi pendidikan yang diikutinya. Misalnya tanda tangan raport aja, tidak boleh mencantumkan gelar kalo belum disahkan gelarnya oleh dinas terkait,” tulis Silverius Bangun.

Sekolah Kekurangan Guru

Sementara banyak sekolah yang kekurangan tenaga pengajar seperti yang terlihat di salah satu sekolah Dasar(SD) Negri 091540, Kecamatan Huta Bayu Raja, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

Pihak sekolah bahkan sampai mengadakan rapat dengan para orang tua murid didiknya, Kamis 25 Juli 2019 lalu. Adapun orang tua murid yang diundang secara resmi oleh para guru, adalah untuk membahas adanya surat edaran yang datang dari dinas pendidikan kabupaten Simalungun tentang keputusan Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih yang memberhentikan guru-guru non Sarjana.

Adapun pokok pokok yang didiskusikan oleh guru dan orang tua murid yang tertuang dalam surat edaran dengan nomor :420/2155/4.4.3/Disdik -2019 satuan pendidikan agar merencanakan /melaksanakan kegiatan rapat dengan orang tua siswa,dalam rangka pemaparan program kerja satuan pendidikan tahun pelajaran 2019/2020 sekaligus meminta dukungan orang tua /masyarakat dalam bentuk suka rela.

Rapat yang diadakan di dalam ruangan sekolah dimulai sekitar pukul 11:00 WIB tersebut tampak menegangkan, karena puluhan orang tua murid sangat menyesalkan dan menolak kebijakan-kebijakan Bupati Simalungun JR Saragih dan Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun. Karena menurut para orang tua siswa-siswi sudah tidak manusiawi serta tidak sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.

Dalam rangka rapat dimaksud tampak dihadiri oleh para guru dan komite sekolah dan turut serta Pangulu Bosar Bayu, Kecamatan Huta Bayu Raja.

Selaku kepala sekolah, Natar Saragih dikonfirmasi wartawan membenarkan surat edaran yang sedang dibahas sekarang benar datang dari Dinas Pendidikan Simalungun. Bahkan dirinya menerangkan dimana sebelumnya sekolah dasar negri yang dipimpinnya sekarang mempunyai 6 orang guru plus 1 (satu) guru Agama.

Ditambahkanya, akibat penonaktifan oleh 1.695 orang guru non sarjana oleh JR Saragih, sehingga Sekolah Dasar Negeri 091540 ikut merasakan imbasnya. Menurut kepsek adapun imbas yang dirasakannya dari 7 orang guru sebelumya kini sudah berkurang 3 tenaga pengajar dan tinggal 4 orang guru.

Disebutkan, adapun guru yang tidak memenuhi persyaratan-non sarjana adalah 1 Lenta Damanik guru wali kelas lll dan Leminar Sinaga guru wali kelas V dan untuk guru wali kelas IV sudah pensiun sehingga guru tenaga pengajar saat ini tinggal 4 orang ujar kepsek.

Masih di tempat ruangan kelas, Lenta Damanik menambahkan, dirinya sangat kecewa atas kebijakan Bupati Simalungun JR Saragih.

“Bayangkanlah pak, sejak saya dipindah dari salah satu sekolah di Sidamanik, saya sudah 10 tahun mengajar di sekolah ini. Padahal sekitar 3 tahun lagi saya sudah pensiun dari guru. Tapi oleh karena peraturan Pemkab Simalungun, harus mempunyai gelar Strata (S1) sehingga aku harus diberhentikan sebagai pengajar. Yang paling tidak masuk diakal, kenapa tidak dari dulu JR Saragih mencanangkan peraturan ini,” katanya.(Berbagaisumber/Asenk Lee Saragih)
 

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar