Berita Terkini

10/recent/ticker-posts

Wacana Penghapusan Pesta Danau Toba Bisa Matikan Parawisata Sumut

St R Saragih S Sos . (Foto Asenk Lee Saragih)
Jambi, MH-Wacana penghapusan Pesta Danau Toba Tahun 2020 oleh Pemerintah Sumatera Utara (Sumut) akan mematikan parawisata Sumut. Masalahnya Pesta Danau Toba sudah merupakan agenda utama parawisata Nasional yang menjadi salah satu magnet bagi wisatawan nusantara dan manca negera untuk mengunjungi obyek wisata Danau Toba.

Demikian dikatakan Pemerhati Parawisata Budaya Nasional dan Sumatera Utara, yang tinggal di Kota Jambi, R Saragih S Sos (53),di Kota Jambi, Sabtu (11/1/2020).

Menurut perantau asal Desa Hutaimbaru, Nagori Sibangun Mariah, Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pernyataan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi soal penghentian Pesta Danau Toba Tahun 2020 sangat bertentangan dengan semangat pembangunan wisata Nasional. 

“Pernyataan Gubsu yang menyatakan Pesta Danau Toba tidak bermanfaat berpotensi menurunkan semangat para pelaku usaha wisata dan pemerintah kabupaten/kota seputaran Danau Toba untuk membenahi pembangunan bidang wisata masing-masing daerah. Selama ini gairah pembangunan wisata di seluruh kabupaten seputar Danau Toba meningkat berkat Pesta Danau Toba ,” katanya.

Dikatakan, kegiatan Pesta Danau Toba sudah merupakan agenda rutin setiap tahun. Banyak dampak positif yang dirasakan masyarakat setempat. Untuk meningkatkan parawisata, harus ada agenda wisata lewat pertunjukan-pertunjukan seni budaya yang sudah langka, yang hanya bisa ditonton pada saat Pesta Danau Toba.

Menurut R Saragih M, Festival Danau Toba juga sebagai ajang pertunjukan seniman-seniman tradisional yang bisa tampil dengan seni tradisional yang sudah langka. Semangat pertunjukan tradisional itu penting karena nilai-nilai luhur dalam menangkal budaya global yang kurang bermanfaat.

“Pesta Danau Toba jangan hanya dilihat dari segi ekonomi untuk PAD. Sasarannya jangan untuk PAD, namun harus dilihat juga dari segi pelestarian seni budaya tradisional Sumatera Utara yang cukup beragam. Sekarang ini banyak seni tradisional yang sudah punah di Indonesia karena jarang ditampilkan,” kata R Saragih.

“Jadi peryataan Gubsu Edy itu tidak sejalan dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang gencar menggali kembali seni budaya tradisional yang ada di Indonesia sebagai salah satu kekakayaan Seni Budaya Nasional. Dinas Parawisata Kabupaten/ Kota Se Sumatera Utara melakukan terobosan supaya penyelenggaraan Pesta Danau Toba semakin menarik,” ujarnya.

Festival Danau Toba jangan hanya membidik wisatwan manca negera, namun juga wisatawan lokal dan nusantara, termasuk para perantau agar pulang kampung.

Disebutkan, untuk daya tarik Festival Danau Toba, perlu keramahan warga serta akomodasi, transportasi, kamtibmas agar wisatawan nyaman untuk berkunjung. “Hal itu perlu dibenahi, termasuk sikap pedagang, restoran yang budaya aji mumpug yang menaikkan harga dibatas kewajaran,” kata Lulusan Sekolah Tinggi Kesejahteran Sosial (STKS) Bandung 1994 ini. 

Disebutkan, supaya penyelenggaraan Festival Pesta Danao Toba secara professional, jangan kegiatan itu dilhat sebatas proyek. Karena sebatas proyek, orientasinya hanya sebatas menghabiskan anggaran. 

“Salah satu bentuk profesionalisme penyelenggaraan Festival Danau Toba agar menarik wisatawan, yaitu menampilkan kegiatan-kegiatan pementasan seni tradisional yanhg bagus dan menarik dan agenda rekreasi. Contoh kapal keliling Danau Toba dan lainnya,” ujar R Saragih, yang juga sering menulis Parawisata Sumatera Utara dan Sumatera.  

Hal senada juga diutarakan Asenk Lee Saragih, warga asal Hutaimbaru, Simalungun. Menurutya, penghapusan Festival Danau Toba sesuai peryataan Gubsu Edy R merupakan kemunduran, mengingat Pemerintah Pusat telah mencanangkan Danau Toba sebagai “Monaco Of Asia”.

Festival Danau Toba salah satu agenda rutin yang sangat dinanti-nanti oleh masyarakat pesisir Danau Toba, karena bisa menambah pendapan mereka, baik dari penjualan hasil pertanian, nelayan dan juga fasilitas wisata lainnya.  

Tidak Bermanfaat

Mengutip dari Tribun-Medan.com, Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, membenarkan Pesta Danau Toba ditiadakan untuk tahun 2020. Gubernur Edy mengatakan sedang mencari bentuk dan metode kegiatan yang pas dan cocok untuk mengganti Pesta Danau Toba.

“Kita bentuk lain gantinya apa, bukan waktunya, bentuknya apa. Kayaknya kurang bermanfaat pesta itu," ujar Edy menjawab wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Kota Medan.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Novida Telaumbanua usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi E DPRD Sumut, Rabu (8/1/2020), mengatakan Pesta Danau Toba ditiadakan tahun 2020.

Edy Rahmayadi mencontohkan bentuk kegiatan yang mungkin menggantikan Pesta Danau Toba adalah triatlon.

“Triatlon itu ada lari, renang, sepeda. Atau kegiatan-kegiatan yang lain kita bentuk, bukan ditiadakan kegiatannya, tapi bentuknya apa, metodenya apa agar si wisatawan itu datang ke Danau Toba," jelas Edy.

Lebih lanjut Edy Rahmayadi mengatakan mengganti Pesta Danau Toba itu dengan banyak even. “Banyak-banyak kita selenggarakan di sana sehingga banyak orang datang ke sana. Makanya inilah, ini harus kita tertib, rakyat di sana juga bisa mendukung," tambahnya.

Dengan tertib dan adanya dukungan masyarakat, maka harapan Gubernur Edy banyak orang yang datang ke Danau Toba. “Dia mau berpariwisata, kalau datang ke situ menjadikan masalah kan dia malas lagi balik lagi ke sana," pungkasnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua, mengatakan, pihaknya berkaca pada perhelatan FDT 2019 yang ternyata gagal mendatangkan wisatawan lokal dan mancanegara.

Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara, Baskami Ginting turut angkat bicara tentang FDT 2019 yang gagal mendatangkan ribuan wisatawan ke Danau Toba. Menurut dia, tidak ada keistimewaan yang dilakukan oleh pemerintah, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

"Kita sangat sesalkan kegagalan FDT ini, tidak ada nilai jual yang ada di sana. Kita sangat menyesalkan Edy Rahmayadi mengangkat kepala dinas yang tidak bisa melakukan kerja dengan baik. Gimana wisawatan mau datang kalau kerjanya begitu," imbuh Baskami.

Menurut dia, festival itu sedianya digelar untuk menjual produk-produk khas Danau Toba. Baik itu, dalam bentuk seni tenun (kain), adat istiadat dan kultur yang ada.

“Festival itu digelar seharusnya dapat menjual yang ada di Danau Toba. Kalau tidak ada yang dijual kita sangat sesalkan kegiatan yang telah menghabiskan anggaran itu," jelasnya.(Asenk Lee Saragih)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar