Berita Terkini

10/recent/ticker-posts

Jenderal Batak Paling Nekat, Berani Banting Pintu Di Depan Presiden

Letnan Jenderal Tahi Bonar (TB) Simatupang. (Poto: Istimewa).

Jambi, MH - Dalam hirarki militer di Indonesia, Presiden adalah panglima tertinggi militer. Maka, bisa dikatakan Panglima TNI atau orang nomor satu di TNI adalah "anak buah" Presiden.

Karena itu, Panglima TNI selalu bergerak atas perintah Presiden. Namun, ada satu cerita menarik yang terjadi di masa lalu. Cerita ini tentang seorang jenderal berdarah Batak yang berani banting pintu di depan Presiden. Dan, aksi banting pintu itu dilakukan di Istana Negara, 'rumahnya' panglima tertinggi TNI.

Mungkin, jika dilihat sekarang ini, aksi banting pintu jenderal TNI di depan panglima tertingginya sungguh aksi nekat. Aksi yang berani. Namun, itu memang terjadi. Seperti apa kisahnya?.

Mengutip buku Dalam Ikhtisar Sejarah RI (1945-Sekarang) yang disusun Nugroho Notosutanto, Jenderal Batak nekad yang berani banting pintu di depan Presiden RI adalah Letnan Jenderal Tahi Bonar Simatupang atau terkenal dengan sebutan Jenderal TB Simatupang. Adapun Presiden RI yang dimaksud adalah Soekarno, Presiden RI pertama.

Peristiwa banting pintu itu terjadi sekitar pertengahan Juli 1952. Kala itu, Simatupang sedang menjabat Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP). Pemicunya adalah polemik yang terjadi di tubuh TNI AD saat itu.

Menurut Nugroho Notosutanto, ketika itu Kolonel Bambang Supeno yang menjabat sebagai Komandan Candradimuka melapor pada Soekarno dan meminta Presiden mencopot Kolonel AH Nasution dari jabatannya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). 

Alasan Supeno, banyak perwira yang tak setuju dengan langkah Nasution yang menyertakan militer Belanda dalam meningkatkan mutu tentara di Indonesia.

Rupanya, gayung bersambut. Soekarno merestui langkah Supeno. Ia beri sinyal, akan mengganti Nasution tapi dengan syarat para panglima di daerah juga setuju. Supeno diminta untuk bawa bukti tanda tangan para panglima yang menyetujui pencopotan Nasution.

Setelah itu, Kolonel Supeno langsung bergerilya mengumpulkan tanda tangan para panglima tentara di daerah. Akhirnya, tanda tangan beberapa panglima tentara pun didapatkan. Surat berisi tanda tangan para panglima tentara di daerah pun lantas dibawa Supeno ke Simatupang.

Saat menerima surat itu, Simatupang mencecar Supeno. Namun penjelasan Supeno tak memuaskan. Alih-alih setuju, Simatupang berang dengan langkah Supeno. Sempat terjadi perdebatan sengit antara Supeno dan Simatupang. Tidak lama setelah itu, Supeno dicopot dari jabatannya.

Rupanya, Simatupang masih geram. Ia pun berinisiatif menghadap Presiden Soekarno di Istana Negara. Dengan didampingi Menteri Pertahanan ketika itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Nasution, Simatupang menghadap Sukarno.

Setelah diterima Presiden, soal surat Supeno pun dibahas. Awalnya perbincangan berlangsung biasa saja. Terjadi perdebatan sengit antara Simatupang dan Soekarno. Jenderal Batak itu pun sampai tersulut emosinya. Pun Bung Karno, juga sama emosinya.

Dalam pembicaraan itu, Soekarno berterus terang bahwa dia memang memberi sinyal restu atas langkah Kolonel Supeno. Ini yang membuat Simatupang berang. Dengan lantang jenderal berdarah Batak itu menentang cara Kolonel Supeno.

Bagi Simatupang apa yang dilakukan Kolonel Supeno itu langkah buruk yang akan berdampak pada masa depan tentara di kemudian hari. Kata Simatupang, jika hal seperti itu dibiasakan, para pemimpin militer akan ketakutan.

Sampai kemudian, Simatupang berkata keras kepada Soekarno "Selama saya Kepala Staf Angkatan Perang, saya tidak akan biarkan itu terjadi."

Rupanya, perkataan Simatupang itu bikin Soekarno tambah emosi. Dengan bahasa Belanda, Presiden RI pertama itu menghardik Simatupang. Soekarno menganggap Simatupang memojokkannya.

Perdebatan pun tak ada kata sepakat. Simatupang tetap bersikeras. Sampai akhirnya pertemuan pun bubar. Simatupang pun keluar dari ruangan tanpa menyalami Soekarno. 

Saking masih emosinya, saat hendak keluar, Simatupang membanting pintu dengan kerasnya. "Braakkk" bunyi pintu yang dibanting pun terdengar begitu keras.

Beberapa tahun kemudian, Menteri Sekretaris Negara, AK Pringgodigdo saat itu memberi kesaksian. Katanya, pascapertemuan itu, Soekarno marah besar dengan sikap Simatupang. "

Dia memberakki saya," kata Pringgodigdo mengutip kembali pernyataan Soekarno yang tersinggung dengan sikap Simatupang.

Sejak itu hubungan Soekarno dengan Simatupang renggang. Jenderal Simatupang sempat ditawari jadi duta besar. Tapi jenderal Batak itu menolaknya. Bagi Simatupang, jabatan duta besar itu hanya untuk membuang dirinya. (Sumber: Koran Jakarta Com).

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar