Berita Terkini

10/recent/ticker-posts

GKPS Dan JPIC UEM Asia Gelar Workshop Ekologi Berkelanjutan Di Sidamanik

BAHAS KONVERSI: Kepala Bidang Jemaat yang Diakonal dari Departemen pelayanan GKPS Pdt Dr Jenny Purba saat memberikan pemaparan membahas soal konversi teh ke sawit di GKPS Sarimatondang Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun, Selasa (20/9/2022). 

JAMBI, MH - Departemen Pelayanan GKPS dan JPIC UEM Asia menggelar workshop ekologi dan berkelanjutan untuk membahas soal konversi tanaman teh ke sawit bersama pemuka agama, tokoh masyarakat, pemuda GKPS Distrik IX dan komunitas di GKPS Sarimatondang Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara, Selasa (20/9/2022).

Adapun topik yang dibahas dalam pertemuan itu yakni riset dan temuan terbaru situasi kelapa sawit di Indonesia dan Sumatera Utara dengan konsep berkelanjutan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, ekologi, sosial dan kultur di tengah industri kelapa sawit.

Kemudian, transparansi dan akuntabilitas terhadap rencana pengembangan dan perkebunan PTPN IV di wilayah Sidamanik dengan konsep rencana pembangunan ekonomi Kabupaten Simalungun secara khusus pengembangan agrowisata di wilayah Sidamanik dan peran serta masyarakat, serta kesaksian dari komunitas di Panei Tongah setelah kelapa sawit tiba di daerahnya dengan respon antara harapan dan kekhawatiran.

Pada kesempatan itu, Kepala Bidang Jemaat yang Diakonal dari Departemen Pelayanan GKPS Pdt Dr Jenny Purba dalam paparannya tentang berkelanjutan yang dimaksud yaitu kebutuhan.

Selanjutnya dikatakan Jenny Purba, nah apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat Kecamatan Sidamanik dalam konteks adanya konflik yang dialami masyarakat dengan PTPN IV terkait konversi teh ke sawit seluas 257 hektare.

Menurut Jenny, seharusnya pihak PTPN IV Sidamanik perlu melakukan pengkajian ulang tentang konversi teh ke sawit. Jadi harus mempertimbangkan dampak yang akan terjadi apabila konversi teh ke sawit tetap berlanjut.

Pada dasarnya kata Jenny, prinsip berkelanjutan merupakan respon dari kerusakan alam akibat pembangunan yang eksploitatif. Sehingga perlu adanya upaya untuk menyelaraskan pembangunan dengan kelestarian lingkungan. 

Salah satu prinsip yang berkembang adalah perspektif ekologi manusia, dimana pembangunan harus selaras antara pembangunan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.

PT Eldivo Tunas Arta  trayek Jambi - Pematang Siantar dan Pematang Siantar Jambi setiap hari.

"Apalagi kita ketahui saat ini Kecamatan Sidamanik merupakan salah satu tujuan wisatawan dengan keindahan pesona agrowisata kebun teh. Tak hanya itu saja, perlu diketahui, bahwa lambang dari Kabupaten Simalungun itu salah satunya adalah Teh," ujar Jenny.

Oleh karena itu untuk melestarikan sumber daya dan menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat, Jenny meminta agar PTPN IV menganalisis lebih dalam dampak lingkungan akibat konversi ini, tutupnya.

Sementara Zidan Sitorus dari Sawit Watch mengatakan agar pemerintah harus mampu melakukan pembatasan dan mengevaluasi tata kelola tanaman sawit yang akan dikonversi di Sidamanik. Dengan melihat dampak apa yang akan terjadi, namun hingga kini belum ada hasil yang kita dapatkan, ungkapnya.

Setelah dipaparkan, sejumlah warga dan tokoh agama baik yang tinggal di Kecamatan Sidamanik maupun di luar daerah yang telah merasakan dampak buruk akibat keberadaan tanaman sawit di daerahnya silih berganti menyampaikan keluhan dan kekhawatiran.

St Jamerdin Saragih warga Raya Bosi yang terkena dampak tanaman sawit PTPN Marjandi dalam kesaksiannya mengatakan PTPN IV Marjandi tahun 1978 masih tanaman teh. Tahun 2005-2010 terjadi konversi dari teh ke sawit. Memang pada saat itu mereka sebagai masyarakat awam mau - mau saja dalam rencana itu. 

Namun sekarang sudah dirasakan dampak buruk akibat konversi itu. Mulai dari banjir bandang dan longsor. Jadi kalau bisa jangan sampai ada lagi konversi ke tanaman sawit apalagi milik BUMN. "Kita khawatir akan lebih banyak masyarakat yang akan terkena dampak buruk," katanya. 

Hal senada dikatakan Jonsinus Silalahi warga Embong mengaku dampak setelah adanya perkebunan sawit terjadi kerusakan lingkungan. Bahkan resapan air menjadi berkurang. Makanya setiap hujan turun, Kelurahan Panei Tongah selalu menjadi langganan banjir.

Sementara St Jonser Purba warga Sarimatondang mengaku bahwa sampai detik ini masyarakat Kecamatan Sidamanik tetap menolak keras konversi ini. Mengingat beberapa daerah yang sudah merasakan dampak buruk akibat keberadaan tanaman sawit ini.

Mulai dari jalan rusak, pertanian serta longsor dimana - mana. "Kalau ini terjadi nantinya apakah PTPN IV mau bertanggungjawab untuk itu?," katanya dengan nada tinggi.

Mereka meminta Pemerintah Kabupaten Simalungun jangan sampai memberikan ijin konversi teh ke sawit, karena ini akan menyakiti ribuan masyarakat yang terkena dampak buruk akibat keberadaan tanaman sawit, kata masyarakat sembari menyampaikan 9 point pernyataan sikap masyarakat dan tokoh agama di Kecamatan Sidamanik ditandatangani sebanyak 50 orang. (Berbagai Sumber, MH - Fendi Sinabutar).

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar