Buku OtoBiografi: “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei”
Buku Biografi: “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei”. Photo: Asenk Lee Saragih |
MHO-Seorang Putra Simalungun yang kampung halamannya kini tinggal nama, ternyata bisa sukses berkarier di perantauan. Bahkan kampung halamannya yang bernam Hitei Urat di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara tak lagi bisa dikenang. Namun seiring perjalanan hidup, Putra Simalungun itu mengabadikannya perjalanan hidupnya lewat sebuah buku otobiografi.
Adalah St Djasarmen Purba Pakpak SH. “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” begitulah judul Buku otobiografi seorang anak bangsa yang menarik, menyentuh dan penting dibaca, terutama generasi muda.
Buku setebal 494 halaman ini ditulis olah St Ir Jannerson Girsang, penulis senior dan cendekiawan terkemuka asal Medan, Sumatera Utara. Peluncuran Buku “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” ini berlangsung di Hotel Bungabunga, Pasarbaru, Jakarta, Rabu (1/11/2017) lalu yang dihadiri tokoh-tokoh gereja dan undangan sekitar 100 orang.
Saya Asenk Lee Saragih mendapat kiriman dua buah Buku “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” dari St Djasarmen Purba SH Anggota DPD RI dari Kepulauan Riau ini juga sangat peduli dan “sisei” terhadap komunitasnya Simalungun. Awalnya saya minta lewat Facebook, ternyata direspon baik oleh St Dhasarmen Purba.
St Djasarmen Purba ini, selain itu juga sangat memperhatikan Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), khususnya di Kepri. Berikut ini kutipan dari Buku Djasarmen Purba Pakpak SH. “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” yang disarikan Penulis.
Masyarakat Kepulauan Riau mengenal Djasarmen Purba SH sebagai seorang pengusaha property, aktivis, politisi, aktivis keagamaan, pembicara di televise lokal dan menulis sedikitnya empat buah buku dan ratusan artikel yang diterbitkan di media cetak local dan nasional.
Pada 5 Agustus 2017 lalu, pria yang kini menjadi Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia ini genap berusia 70 Tahun. Sebuah perjalanan hidup yang cukup panjang dan berliku. Putra Simalungun perantauan yang menjadi mahasiswa Universitas Indonesia di masa transisi Ode Lama ke Orde Bagu ini sempat menjadi supir taksi selama empat tahun di Jakarta. Setelah mengalami kisah tragis pada 1988 dan kemudian mengadu nasib ke Batam pada 1992.
Namun, dia berhasil bangkit, dan 17 tahun kemudian, Batam mengutusnya sebagai Anggota DPD RI, setelah sukses menjadi pengusaha dan politisi di Kota Batam. Kisahnya mengajarkan kita memahami kegagalan dan bangkit dari kegagalan. “Tidak ada kegagalan yang abadi,” kata Djasarmen Purba.
Masa kecil Djasarmen Purba dididik di lingkungan Religius. Djasarmen dilahirkan pada 5 Agustus 1947 di Hitei Urat, sebuah kampung di Kabupaten Simalungun yang kini sudah hilang. Namun tanah leluruh Ompung dari Djasarmen Purba dari Desa Purba Saribu, sebuah desa sebelum Haranggaol, Simalungun.
Ketika Djasarmen berusia 2 tahun, orangtuanya St Hortialim Purba - Dorlina Br Saragih pindah ke Medan. Kemudian bekerja sebagai pegawai perusahaan Belanda. Perusahaan tempat Ayahnya bekerja di kemudian hari berganti nama menjadi PT Tjipta Niaga.
Masa kecil Ayah tiga putra dan satu putrid ini berada di lingkungan Kristen Protestan yang kuat dan membentuk jiwanya untuk selalu taat dan patuh menjalankan ajaran agama.
Ibunya adalah adalah seorang putri tokoh penyebar Agama Kristen Protestan di sekitar Pematang Raya. Sedangkan ayahnya adalah salah seorang pendiri persekutuan Kristen Simalungun di Kota Medan, yang kemudian dikenal dengan GKPS Hang Tuah Medan serta menjabat Bendahara selama 25 tahun di Jemaat itu.
Sejak kecil, Djasarmen yang dijuluki keluarga “Anak Holang Bangkei” (abang dan dua adiknya meninggal dimasa balita) itu dididik dengan disiplin oleh Ayahnya, lulusan Vervolg School di zaman Belanda. Ayahnya memasukkannya di Barathi English School yang diasuh oleh India Benggali yang dikenal cukup disiplin.
Batam Kota Berkat
Pada November 1992, seorang saudaranya, pengusaha property di Batam mengajak Djasarmen Purba pindah ke Batam. Beberapa kali ditawari, tetapi dia tidak langsung menerimanya. “Tapi ketika ayahnya Samuel (masih saudara kakek dengan Djasarmen Purba) menyarankan saya mengikuti saran anaknya ke Batam, saya tidak bisa menolak,” kata Djasarmen.
Kejutan Ulang tahun Ke 70 untuk St Djasarmen Purba dari Karyawan. Repro Buku |
Berawal dari karyawan di Garama Group, perusahaan milik saudaranya, dia meniti karier di bidang property. Saat itu, sambil bekerja di Garapa, dia bekerja sebagai pencari investor dan pekerjaan menjual jasa lainnya.
Beberapa kali Djasarmen berhasil mencari investor dengan fee yang mampu membeli sebuah mobil ukuran menengah. Namun baginya, menerima fee dari pekerjaannya sebagai pencari investor, tidak membuatnya cepat berpuas diri.
Dibenaknya, Djasarmen ingin seperti orang-orang di sekitarnya, para manajer-manajer muda yang sukses yang sudah memakai mobil mewah dan tinggal di rumah mewah. Sementara dirinya ketika itu, tinggal di rumah kecil, di sebuah perbukitan di Batam Center.
“Mereka bisa, mengapa saya tidak bisa,” katanya. Cita-citanya yang tinggi: ingin menjadi pengusaha property, seperti bosnya di Garama Group.
Naluri bisnis, pengalaman pernah mengalami jatuh hingga ke titik nadir, cita-citanya ingin seperti orang sukses di sekitarnya, merupakan modal besar baginya merintis sebuah usaha baru di bidang property dan berdirilah PT Sarmen Raya.
Menjalani usaha yang kemudian dikendalikan istri, anak-anak, serta berpartner dengan rekan bisnisnya, dalam kurun waktu 18 tahun, rasa frustrasi itu bisa berubah menjadi sukacita. Dari seorang sopir taksi, Djasarmen Purba bangkit menjadi seorang pengusaha property berpengaruh di Batam dan menjadi Wakil Ketua DPD REI Khusus Kota Batam periode tahun 2002-2005.
Dalam Buku yang dicetak Penerbit Yayasan Genggam Padi Raya Batam, 2017 ini juga memuat kisah nyata perjalanan seorang senator yang sudah mengalami pahit getirnya kehidupan, hingga ia sukses di panggung politik.
Djasarmen Purba yang merupakan anggota DPD-RI dari Provinsi Kepulauan Riau adalah seorang aktivis gereja, pengusaha, mantan anggota DPRD hingga namanya muncul di panggung politik nasional sebagai anggota DPD-RI yang disegani. Dan dia seorang yang tekun berdoa dan percaya pada kuasa Tuhan.
Siapa sangka, Djasarmen Purba yang kini figur sukses pernah tidur beralaskan tikar di rumah kontrakan, lalu berbulan-bulan lamanya ia nyaris kehilangan semangat hidup karena kasus yang melilitnya, karena ia ditipu.
Namun Djasarmen adalah seorang Kristen yang taat. Ia percaya bahwa hidup ini anugerah dan dikendalikan Tuhan. Dan rancanganNya adalah damai sejahtera. Hidup ini, bagi Djasarmen, pun harus mengasihi, dan ia mampu mengasihi penabrak putra sulungnya, Nino, yang meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Dalam tulisan pengantarnya, Djasarmen Purba yang termasuk dalam “21 Tokoh Kristiani 2015 Pilihan Majalah NARWASTU” menuliskan, hidup saya mengalir saja, seperti sungai. Selain bekerja dengan tekun, saya mendoakan pekerjaan saya agar selalu diberkati Tuhan, mengandalkan dan menaruh harapan kepada Tuhan menuju arah yang sudah ditentukanNya.
Sebagaimana ayat kesayangan saya, “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan dan yang menaruh harapan pada Tuhan” (Yeremia 17:7). Dengan mengandalkan Tuhan, saya dimampukan bersyukur dalam segala situasi, mampu melintasinya dengan suka cita. Saya mampu mengucap syukur pada masa hidup dalam zona nyaman maupun zona darurat.
Akhirnya, saya merenungkan kehidupan saya selama bertahun-tahun dan berkesimpulan “Hidup Adalah Ibadah.” Hidup harus dilalui dengan rasa syukur dengan berpikir, bertindak sesuai dengan kehendakNya. Itulah sekilas penjelasan tentang buku ini, Hidup Adalah Ibadah: “Anak Holang Bangkei.” Dalam menjalankan kehidupan, kita diajar menghitung hari-hari kita. “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:12). Otobiografi ini adalah sebuah usaha saya menghitung hari-hari kehidupan selama 70 tahun, memperoleh hati yang lebih bijak lagi untuk menjalani akhir hidup saya.
Saya teringat akan kata-kata bijak scripta manent verba volant: Yang tertulis akan abadi, yang terucap lenyap. Pengalaman pribadi saya yang sedemikian panjang mungkin penting bagi anak, cucu dan pembaca sekalian. Semua tentu akan hilang kalau tidak dituliskan. Menulis sebuah otobiografi, ternyata tidak sesederhana seperti yang saya bayangkan.
Selama kurang lebih setahun saya dan saudara Ir. Jannerson Girsang bekerja keras untuk mewujudkannya. Puji Tuhan, buku ini telah dapat kita baca saat ini. Terbitnya buku ini merupakan anugerahNya dan benarlah keyakinan saya dengan kesabaran dan penyerahan diri semua bisa terwujud.
Buku ini merupakan kisah kehidupan saya selama 70 tahun. Tidak mudah memilih dari sekian banyak kisah untuk dimasukkan ke dalam buku ini. Ingin semua rasanya dikisahkan, tetapi ruang dan waktu yang terbatas tidak memungkinkan menyajikan semua secara lengkap. Buku ini bukan untuk mengagungkan pribadi saya, justru untuk menunjukkan pertolongan Tuhan buat saya.
Saya menuangkan penggalan-penggalan kisah yang saya ingat. Yang pasti sebagian kisah hidup yang saya sudah lalui tidak bisa saya ingat atau tidak sempat saya ceritakan dalam buku ini. Untuk itu, saya juga menyertakan kenangan-kenangan dari keluarga, teman-teman sejawat saya tentang apa yang mereka lihat dan rasakan tentang kehadiran saya di tengah-tengah mereka.
Terima kasih kepada saudara Jannerson Girsang yang menuliskan kembali kisah yang saya ungkapkan dan catatan-catatan lepas yang saya berikan, demikian juga mewawancarai puluhan nara sumber dan meramunya menjadi kisah menarik dalam buku ini.
Puji syukur, akhirnya dapat diterbitkan persis di hari syukur ulang tahun saya. Tanpa ketekunan dan kecintaan beliau menulis, saya kira buku ini tidak akan tersaji seperti ini. Secara khusus saya mengucapkan terima kasih untuk isteri tecinta, orang yang setia setiap saat mendukung saya dalam penulisan buku ini.
Penghargaan tentu juga saya sampaikan kepada semua putra, putri, menantu, serta keluarga besar saya, yang mendukung penulisan dan penerbitan buku ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua nara sumber yang bersedia menuliskan kesan dan pesannya pada ulang tahun saya yang ke-70 ini.
Waktu, pikiran dan tenaga yang disisihkan sungguh tak ternilai harganya dalam melengkapi kisah-kisah saya dalam buku ini. Semoga kisah-kisah dan perenungan yang saya paparkan serta kontribusi teman-teman dapat berguna bagi anak-anak saya, cucu-cucu saya, serta memberikan inspirasi bagi para pembaca yang budiman. Sama seperti harapan Asma Nadia, seorang penulis novel terkenal, “Kalaupun saya dipanggil Tuhan, buku-buku saya dapat menemani anak-anak saya.”
Buku yang terdiri dari 23 bagian, dan ditulis dengan bahasa yang enak dibaca oleh mantan Rektor Universitas Simalungun (Sumut), Jannerson Girsang ini, juga dilengkapi komentar sejumlah tokoh, mulai dari menteri, gubernur, pakar politik, pimpinan gereja, tokoh masyarakat, kaum awam dan keluarga dekat. Buku yang diterbitkan Yayasan Genggam Padi Raya ini, sekali lagi, penting dibaca, lantaran mampu menginspirasi dan memotivasi, serta meneguhkan iman bagi pembaca, terutama umat Kristiani.
Kata Mereka
“Tidak sulit bagi saya (selaku Sekjen DPD RI yang pertama selama 2006-2013) untuk membayangkan bagaimana buku dengan pelajaran pengalaman berharga dari segala prespektif dan ragam persoalan dapat dikumpulkan dan diolah, karena saya mengenal sosok Bapak Djasarmen Purba dalam kiprah sebagai Anggota DPD RI selama dua periode, mulai dari 2009-2014 dan 2014-2019 dan bahkan perkiraan saya tentu beliau masih akan berhasil kembali mendapatkan kepercayaan rakyat pada periode berikut Pemilu Legislatif 2019. Seperti pepatah bilang “Pengalaman Adalah Guru terbaik,” kata Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
“Prinsip “Hidup Adalah Ibadah” ini oleh Saudara Djasarmen Purba didasarkan pada iman Kristiani, salah satunya dari Yeremia 17: 7 yang berbunyi, “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan yang menaruh harapan pada Tuhan. Tuhan akan memberkati orang yang tidak mengandalkan pikirannya, tidak mengandalkan logikanya, tetapi mengandalkan Tuhan dalam tindakan-tindakannya”. Singkat kata, buku ini penting sebagai cermin bagi para pemangku Negara dan praktisi politik yang ingin memaknai jabatan dan praktik politiknya, secara religious. Bahkan tidak mustahil menghadirkan Tuhan di dalam hati para pemangku Negara, karena suara rakyat itu memang suara Tuhan. Inilah mengapa demokrasi di dalam Pancasila tidak membenturkan Tuhan dengan Rakyat, karena kedaulatan rakyat dibaca dalam satu tarikan napas dengan kedaulatan Tuhan,” kata Yudi Latif Phd Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila.
“Di buku ini Bapak Djasarmen Purba sangat kental mengajarkan kerjasama dan hubungan baik antar sesama serta kerja keras yang merupakan modal utama beliau dalam mengembangkan kemampuan diri berbuat untuk orang banyak. Saya juga mencatat peran beliau dalam hal pembentukan dan kontribusi dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Batam. Wadah Kerukunan Beragama ini pada faktanya mampu membuktikan efektifitasnya dalam hal menjaga hubungan sesama umat beragama senantiasa dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Singkatnya, peranan beliau dalam FKUB memastikan Kota Batam senantiasa Aman, Nyaman dan Damai,” kata Dr H Nurdin Basirun S Sos Gubernur Provinsi Kepulauan Riau.
“Sebagai orang percaya dan sebagai gereja yang hidup, saya yakin bahwa Bapak Djasarmen Purba telah menjalani baktinya sebagai anggota DPD RI selama dua periode, beliau telah semakin diperkaya berlipat ganda dalam rangka memahami dan menghayati makna panggilan Tuhan. Beliau telah menjadi saksi yang “hidup” tidak saja selama menjalani masa bakti sebagai Abdi Negara, melainkan akan terus berproses tanpa henti sampai kepada akhirnya. Akhirnya, marilah dalam sukacita hari ulang Tahun Ke 70 kekasih hati St Djasarmen Purba, kita mengumandangkan sabdaNya: “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi. Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyayikan’ (Mazmur 8:2),” kata Pdt Martin Rumanja Purba Ephorus GKPS.
“Terjun ke bidang politik sangat memerlukan pengabdian dan biaya. Karena saudara Djasarmen Purba terjun ke kancah politik setelah urusan diri dan keluarganya sudah selesai maka ia bisa memberikan sumbangsih yang lebih besar bagi masyarakat,” kata DR Cosmas Batubara (mantan Menteri Era Orde Baru).
“Saya berharap semoga buku otobiografi ini dapat diterima dan memberikan manfaat bagi seluruh pembaca. Hidup Adalah Ibadah semoga menjadi tetap hidup. Tidak hanya menjadi sebuah slogan Hidup Adalah Ibadah, namun sebuah ekuilibrium antara disiplin pribadi, disiplin politisi dan disiplin rohani. Sehingga hidup tidak hanya sebuah peristiwa siklus, tetapi menjadi tematik, menginspirasi dan member maslahat bagi sesama,” Jonaha C Purba St MM (Penerbit Genggam Padi Raya (GPR).
Sosok Djasaren Purba Dimata Mereka (Rekan-Rekan)
“Anak yang Baik. Saya bertetangga dengan keluarga Djasarmen ketika mereka masih tinggal di sekitar rumah kami di Jalan Dahlia, dekat Kowilhan,” ujar Cipta Lena Br Saragih.
“Perjalanan Spritual Kepulauan Riau sebagai Delegasi PESPARAWI Ke Kota Ambon. Sosok Bapak Djasarmen Purba SH yang sangat humanis,” kata Syamsul Bahrun.
Parlindungan Purba: Disiplin dengan Ide Konstruktif. Saya mengenal Pak Djasarmen Purba dalam pertemuan pertemuan masyarakat Simalungun di Sumut atau di Jakarta. Perkenalan kami yang dekat adalah ketika beliau terpilih menjadi Anggota DPD RI Pada 2009, dan saya sendiri memasuki periode kedua anggota DPD RI.
Sarmeda Purba: Politisi yang Memiliki Integritas. Ibunya adalah anak dari adik bapak saya, jadi kakak sepupu saya. Jadi menurut adat Simalungun Memmen memanggil tulang (paman) kepada saya, walaupun umur kami hanya beda 8 tahun. Anak baik dan tidak pernah sata tahun membuat masalah di keluarga saya alami waktu kami tinggal bersama di Kota Medan dari tahun 1956 sampai saya berangkat ke luar negeri 1946. Jadi Memmen berumur 9 tahun sampai 17 tahun.
Rustam Bangun: Humanis yang Pluralis.
Cablullah Wibisono: “Ulamanya” Orang Kristiani.
Hotman Hutapea: Perekat dan Pemersatu.
Onward Siahaan: Putra Batak Berpengaruh di Batam.
H Nutrin Sihaloho: Mengayomi Keluarga Besar Sumatera Utara.
Gembira Ginting: Lebih Cocok Sebagai Seorang Pendeta.
Benny Horas Panjaitan: Dia “Kawan Kompetisi” Saya.
Jon Nurdin Sitorus: Mampu Menahan Diri.
Sabar Malau: Semua Urusan Itu Penting.
Bastoni Silichin: Seorang yang Dituakan.
Sekman Purba: Tokoh Simalungun yang Membanggakan.
St Constan Yustianus Purba: Menempatkan diri Sebagai Pelayan.
Pdt Jadasri Saragih STh: Hidup Tidak Selamnya Statis.
Sahmadin Sinaga: Rasa Percaya Diri yang Tinggi.
Samin E Girsang: Mendorong Saya Menjadi Vorhanger.
Berman Sinurat: Berani Melakukan Hal-hal Baru.
Lenny Br Saragih: Motivator Teman-temannya.
Albertus Paty: Telepon dari Vatikan. Saya mengenal pak Djasarmen selama belasan tahun. Beliau seorang yang tidak pernah lupa teman dan peduli. Pada Open House Tahun Baru 2017, saya dan teman-teman diundang ke rumahnya. Salah satu kebaikan beliau yang nyata kepada kami orang-orang kecil.
Henry Asner Simamora: Mempraktekkan “Sapaan Kasih”.
Jonson Purba: Penyambung Lidah Rakyat Kecil.
Aznan Taufik: Pintar Membaca Pasar, Gentlemen dan Komit.
Jon Sumbayak: “On Mando Duitku Ambia!”. “Roh ma ho hu kantor patar ambia. Itulah kalimat yang sangat berkesan dari Bang Djasarmen Purba ketika kami baru pertama kali bertamu pada tahun 1996. Pernyataan yang menjanjikan masa depan bagiku.
Togar Siahaan: Tenang Menghadapi Masalah.
Sahman Purba: Amang: Disiplin dan Kerja Keras.
Intan Pasaribu: Hadir dengan Solusi yang “Greget”.
Poltak Siregar: A Man Who Never Give Up!.
Cerita Penulis Buku Biografi “Hidup adalah Ibadah”
Ketua MUKI dan Anggota DPD RI Djasarmen Purba, SH meluncurkan buku biografi setebal 530 halaman berjudul, “Hidup adalah Ibadah: Anak Holong Bangkei” yang ditulis Jannerson Girsang. Peluncuran dilaksanakan di Hotel Bungabunga, Pasarbaru, Jakarta, Rabu (1/11/2017) lalu yang dihadiri tokoh-tokoh gereja dan undangan sekitar 100 orang.
Peluncuran Buku di Hotel Bungabunga, Pasarbaru, Jakarta, Rabu (1/11/2017). Net |
Menurut Jannerson buku ini sangat menginspirasi buat pembaca yang ingin sukses di dunia usaha dan dunia politik. Jatuh bangunnya dalam merintis usaha dialami Djasarmen Purba, sama seperti kisah sukses dari banyak orang besar di dunia.
Satu pelajaran memulai usaha dengan lima hektar mendirikan perusahaan perumahan yang kemudian disebut perumahan Djasarmen Raya. Hebatnya, Dia memulai usaha umur 50 tahun dan memasuki usia 57 tahun masuk ke politik,” tegas Jannerson Girsang.
Banyak tokoh-tokoh Kristen yang hebat dimasa lalu, yang sekarang berbeda karena ini buku ini perlu ditulis untuk orang-orang hebat.
“Pak Djasarmen ini orang saya kagumi. Bapak Djasarmen hidup 10 bersaudara. Ancaman dimana-mana bisa lewat dari pegawai perkebunan. Saya yakin buku ini hebat karena membacanya membawa pengalaman hebat, proses pengalaman yang hebat.”
Lebih jauh, Jannerson mengungkapkan bahwa buku ini memaparkan bagaimana bahwa bangkit dari keterpurukan. Tahun 1989 terpuruk karena sempat tidur beralaskan koran, setelah sebelumnya dia menjabat manajer.
“Uang dihasilkan selama 16 tahun habis namun tidak jatuh ke dunia gemarlap. Meski pernah terlilit utang dan perrnah jadi super taksi. Kemudian pergi ke Batam merintis usaha dan sukses usaha dan sukses terjun politik,” paparnya.
Penulis buku otobiografi, Jannerson Girsang, mengatakan menuliskan kembali pengalaman Djasarmen Purba, SH, berjudul "Hidup adalah ibadah: Anak Holang Bangkei", dirinya merasakan petualangan kehidupan seseorang yang mengagumkan. "Saya turut merasakan liku-liku kehidupan yang jatuh bangun dengan prinsip hidup adalah ibadah dengan berperilaku, bertindak, menurut aturan Tuhan, sehingga dia mampu mengatakan: "tidak ada kegagalan yang abadi".
"Berserah, berdoa, bekerja dengan tekun ternyata membawanya kepada kehidupan yang lebih baik," tambah Jannerson.
Jannerson menambahkan sumber penulisan otobiografi Djasarmen Purba ini berasal dari wawancara dengan Djasarmen sendiri dalam berbagai kesempatan, keluarganya dan lebih dari 60 sumber (keluarga dan teman) dan dilengkapi dengan observasi sebagian kegiatannya yang penting, serta studi berbagai sumber tertulis seperti media online, surat-surat kabar, dan foto-foto.
Kisah Balik
Pada kesempatan itu, Djasarmen Purba menyampaikan terimakasihnya atas kehadiran tokoh-tokoh Kristen, undangan dan seluruh hadirin dalam peluncuran bukunya. “Buku ini bukan untuk kemegahan tetapi bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang,” ujarnya dalam sambutannya.
“Buku ini merupakan uraian kisah kehidupan saya dan ditulis untuk menyambut Ulang Tahunku Ke-70," kata Djasarmen Purba SH.
Pria kelahiran Simalungun, 5 Agustus 1947 menceritakan dirinya merupakan anak kedua dari pasangan orang tuanya Hortialam Purba dan Dorlina br Saragih. Abangnya, Mulaiman, meninggal pada usia 10 bulan. Kedua adiknya pun, yaitu Djabinsar meninggal di usia 8 bulan dan Ucok meninggal sebelum dibaptis. "Sebab itulah kalangan keluarga ketika itu menyebut saya sebagai Anak Holang Bangkei," urai Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) ini.
Lebih lanjut Djasarmen mengutarakan sepanjang usia 70 tahun, dirinya melintasi berbagai permasalahan hidup, mulai dari prahara di perusahaannya pada 1988, lalu hidup sebagai agen valas, supri taksi di Jakarta selama tiga tahun. "Hingga, kemudian Tuhan memberi saya rezeki kesempatan berkiprah sebagai anggota DPRD, lalu menjadi anggota DPD RI selama dua periode sampai saat ini," kata suami dari Rasmi M Saragih ini.
Djasarmen merenungkan kehidupannya selama bertahun-tahun dan berkesimpulan bahwa Hidup adalah ibadah. "Hidup harus dilalui dengan rasa syukur dengan berpikir, bertindak sesuai dengan kehendakNya. Itulah sekilas penjelasan judul buku ini, 'Hidup adalah ibadah: Anak Holang Bangkei," pungkasnya.
Menarik dalam buku biografi Djasarmen dikisahkan bagaimana dalam usianya yang sudah 50 tahun baru mulai jadi pengusaha, dengan iman dan keyakinan yang tidak punya tanah dan uang tetapi dengan semangatnya akhirnya mampu membangun sebuah perumahan yang menempati hektaran tanah. Hebatnya lagi sukses jadi pengusaha property Djasarmen dalam usianya yang sudah enam puluh tahun terjun dalam bidang politik dari menjadi anggota DPRD hingga kini menjadi anggota DPD RI.
Memang apa yang diraihnya itu secara umum luar biasa, biasanya usia lima puluh itu sudah dipuncak karir namun beda dengan bapak yang murah senyum ini, sekalipun usianya sudah matang baru terjun baik jadi pengusaha maupun politisi tetapi tak mengurangi semangatnya dan nyatanya berhasil.
Buku merupakan warisan yang sangat baik bagi anak cucu kita. Melalui buku pengetahuan akan di dapatnya, melalui buku pula jejak seseorang akan selalu dikenang dan melalui buku pula sekaligus menjadi inspirasi generasi berikutnya. Sadar akan pentingnya buku, Djasarmen Purba Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) merilis buku biografinya dengan judul Hidup Adalah ibadah.
Hadir beberapa kolega dan teman sepelayanan Brigjed (Purn) Harsanto Adi Ketua Umum API, Laksama (Purn) Bonar Simangungsong ketua umum MUKI sebelumnya, seluruh jajaran pimpinan MUKI serta Pimpinan Pewarna Indonesia dan GMKI maupun akademisi.
Di akhir acara, Djasarmen Purba membagikan ke tokoh-tokoh yang hadir, perwakilan DPD MUKI, Pewarna Indonesia, GMKI dan undangan lainnya.(Asenk Lee Saragih/Berbagai Sumber)
Peluncuran Buku OtoBiografi St Djasarmen Purba SH : “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” dilaksanakan di Hotel Bungabunga, Pasarbaru, Jakarta, Rabu (1/11/2017) lalu. Net |
Peluncuran Buku OtoBiografi St Djasarmen Purba SH : “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” dilaksanakan di Hotel Bungabunga, Pasarbaru, Jakarta, Rabu (1/11/2017) lalu. Net |
Peluncuran Buku OtoBiografi St Djasarmen Purba SH : “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” dilaksanakan di Hotel Bungabunga, Pasarbaru, Jakarta, Rabu (1/11/2017) lalu. Net |
Peluncuran Buku OtoBiografi St Djasarmen Purba SH : “Hidup Adalah Ibadah: Anak Holang Bangkei” dilaksanakan di Hotel Bungabunga, Pasarbaru, Jakarta, Rabu (1/11/2017) lalu. Net |
0 Komentar