Danau Toba. |
Salah satu konsep wisata halal berbasis
syariah di Kawasan Danau Toba yang dilontarkan Gubernur Provinsi Sumatera Utara
adalah penertiban pemotongan ternak babi di sembarangan tempat. Hal inipun
ditentang masyarakat mengingat, wisata di Kawasan Danau Toba adalah berbasis
budaya yang seharusnya dapat dipertahankan
sebagai tradisi dan kearipan lokal.
Konsep wisata Kawasan Danau Toba
(KDT) adalah wisata berbasis budaya Batak dan babi itu sebagai symbol adat bagi
orang Batak. Seharusnya ciri kas daerah ini dipertahankan bahkan dipromosikan
sebagai kekayaan kuliner daerah tersebut.
Harmoni pelaksanaan adat Batak
tidak lepas dari ternak kaki empat (babi,) karena di sana jelas adanya
pembagian jambar (mendapat) sesuai dengan posisi mereka dipelaksanaan adat
tersebut disamping ada juga disediakan hidangan “Parsubang” bagi mereka muslim,
jadi jelas sudah sejak dulu antara Kristen dan Islam hidup berdampingan di
Kawasan Danau Toba tersebut.
Tak perlu orang Batak diajari
bagaimana menghormati orang lain. Karena bagi orang Batak pada dasarnya sangat
toleransi. Kalau kita datang ke daerah Batak, maka akan mudah mendapat restoran
atau lokasi kuliner yang halal.
Parsubang adalah merupakan symbol
toleransi yang sudah berjalan sejak dulu. Jadi jelas konsep haram dan halal itu
justru akan menimbulkan stigma baru yang membuat kegamangan masyarakat dalam
konteks relasi dan interaksi.
Seharusnya Gubernur Provinsi
Sumatera Utara Edy Rahmayadi lebih fokus dalam mengusut tuntas dugaan
pencemaran lingkungan Danau Toba yang juga dilakukan sejumlah perusahaan,
termasuk Keramba Jaring Apung (KJA) yang mengotori air Danau Toba.
Masyarakat Jambi asal Tano Batak
menuai protes atas gagasan yang dilontarkan Gubernur Provinsi Sumatera Utara
Edy Rahmayadi tentang konsep wisata halal berbasis syariah di Kawasan Danau
Toba.
Pantauan Majalah Holong Online
diberbagai Arisan Punguan Marga di Kota Jambi bahkan di Pesta Unjuk pernikahan
di gedung, konsep yang dilontarkan Edy Rahmayadi menjadi bahan pembicaraan, namun mereka
sepakat dan kompak menolak dengan tegas konsep wisata halal dan syariah di
Kawasan Danau Toba.
Menurut mereka bahwa konsep
tersebut tidak sesuai dengan budaya dan adat istiadat yang dianut oleh
masyarakat di Kawasan Danau Toba. Karena seogyanya pemotongan babi dilaksanakan
di tempat pesta tersebut dan disana terlihat makna symbol pelaksanaan adat
istiadat Batak tersebut adanya pembagian jambar.
Ketika Majalah Holong Online
berbincang-bincang dengan Robert Pasaribu, A.Md yang juga Penasehat Majalah
Holong Online ini menyatakan tidak setuju dengan gagasan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Edy
Rahmayadi tentang konsep wisata halal berbasis syariah di Kawasan Danau Toba (KDT).
Lebih lanjut
dikatakan pria kelahiran Kenegerian Lumban Suhi- Suhi Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir ini, biarlah pelaksanaan adat istiadat yang telah berlangsung
selama ini di Kawasan Danau Toba menjadi perekat terhadap kunjungan
wisata. Dan seharusnya Gubernur melestariakan adat istiadat Budaya Batak
tersebut.
Pendiri dan
penasehat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dohot Boruna Se Kota Jambi dan
sekitaranya yang beranggotakan 700 KK ini menyatakan lebih baik Gubernur
Sumatera Utara menata lingkungan dan kebersihan di Kawasan Danau Toba,
ujar Raja Parhata ini.
Suami boru
Simarmata ini menyatakan nggak usah mengusik adat istiadat telah berlangsung
selama ini, terlebih untuk menertibkan pemotongan ternak kaki empat babi.
Karena dimana adat budaya Batak itu dilaksanakan di situlah babi itu dipotong,
sekaligus pembagian jambar dilaksanakan, ujarnya.
Majalah Holong
Online mengajak bincang-bincang generasi muda Halak Hita, ketika pesta adat
pernikahan berlangsung di gedung Sopo Godang Jubileum HKBP Jambi Kotabaru Jambi
baru-baru ini mereka dengan tegas menolak konsep wisata halal berbasis syariah
di Kawasan Danau Toba.
Harusnya Gubernur
Sumatera Utara Edy Rahmayadi lebih fokus pada upaya menjaga kelestarian Danau
Toba dari segala nbentuk perusakan dan pencemaran. Merekapun menyatakan
menuntut agar perusahaan yang di duga mengakibatkan pencemaran di Danau Toba di
tindak.
Merekapun sepakat
malah gagasan Gubernur Edy Rahmayadi tersebut malahan mengadakan dikatomi atau
pemisahan dalam masyarakat dan melanggar konsep Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan kata lain
bahwa Gubernur tidak menghargai apa yang sudah membudaya dalam masyarakat
setempat terutama ketika menyangkut mengenai penataan ternak dan pemotongan
babi, ungkap mereka dengan spontan.
Antonius Sihaloho
menyatakan wisata halal dan haram berbasis syariah yang dicanangkan Edy
Rahmayadi akan menciptakan pemisahan antar umat beragama bahkan suku bangsa
sekaligus menciptakan disakriminasi antar satu kelompok dengan kelompok yang
lain, ungkap anggota Baguna (Badan Penanggulangan Bencana) DPD PDI Perjuangan
Provinsi Jambi.
Antonius Sihaloho. |
Untuk itu Anton
sapaan akrabnya menyatakan dengan tegas menolak konsep wisata halal berbasis
syariah yang didengungkan Gubernur tersebut. dituturkannya bahwa halal dan
haram itu kan persoalan keyakinan individu.
Hal-hal seperti
ini seharusnya tidak usah dibawa ke dalam ranah publik, karena akan terjadi
problematik, ungkap artis penyanyi JKR Musik ini menyikapinya.
Pria asal Parbaba Kecamatan Pangururan ini mengungkapkan alangkah lebih baik Gubernur berikan
jawaban bagaimana menyelesaikan masalah Narkoba, mengatasi pengangguran,
kemiskinan dan lain-lain yang terjadi di Sumatera Utara, ungkapnya dengan
diplomatis. (MH - Fendi Sinabutar).
0 Komentar